PEMBAHASAN
A. Kitab-Kitab Pengertian
Hadits Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang jumlah rawinya
tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir,
dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir. Hal ini dinyatakan dalam
kaidah ilmu hadis berikut ini.
ما لا يجتمع فيه شروط التواتر
“Hadis yang
tidak mencapai derajat mutawatir.”[1][1]
Adapun yang
dimaksud hadis ahad menurut istilah banyak ulama, antara lain sebagai berikut:
ما لم تبلغ نقلته فى الكثرة مبلغ الخبر المتواتر
سواء كان المخبر واحدا و اثنين او ثلاثا او اربعة او خمسة او الى غير ذلك من
الاعداد التى لا تشعر بأن الخبر دخل بها فى خبر المتواتر
“Hadis yang tidak sampai jumlah rawinya kepada
jumlahhadis mutawatir, baik rawinya itu seorang, dua, tiga,empat, lima atau
seterusnya dari bilangan-bilangan yangtidak memberi pengertian bahwa hadis itu
denganbilangan tersebut masuk ke dalam hadis mutawatir.”[2][2]
Ada juga ulama yang mendefinisikan hadis ahad
secara singkat, yakni hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir,
hadis selain hadis mutawatir, atau hadis yang sanadnya sah dan
bersambung hingga sampai kepada sumber- nya (Nabi) tetapi kandungannya
memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada qath’i dan yaqin.[3][3]
Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hadis ahad adalah
hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau sejumlah orang, teapi
jumlahnya tidak sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir.[4][4]
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddiqi, hadis ahad
didefinisikan sebagai “khabar yang jumlah perawinya tidak sampai sebanyak
jumlah perawi hadis mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima,
dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut
tidak sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir.[5][5]
Jumhur ulama sepakat bahwa beramal dengan hadis ahad
yang telah memenuhi ketentuan maqbul hukumnya wajib. Abu Hanifah. Imam
Al-Syafi’i dan Imam Ahmad memakai hadis ahad a syarat-syarat periwayatan yang
sahih terpenuhi.[6][6] Hanya
saja Abu Hanifah menetapkan syarat tsiqqah dan adil bagi
perawinya, dan amaliahnya tidak menyalahi hadis yang diriwayatkan. adapun Imam
Malik menetapkan persyaratan bahwa perawi hadis ahad tidak menyalahi amalan
ahli Madinah.[7][7]
Golongan qadariyah, rafidah, dan sebagian ahlu zhahir
menetapkan bahwa beramal dengan dasar hadis ahad hukumnya tidak wajib.
Sementara itu, Al-Juba’i dari golongan Mu'tazillah menetapkan tidak wajib
beramal, kecuali berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh dua orang yang
diterima dari dua orang. Sementara, ulama yang lain mengatakan tidak wajib
beramal, kecuali hadis diriwayatkan oleh empat orang dan diterima dari empat
orang pula.[8][8]
Untuk menjawab golongan yang tidak memakai hadis ahad
sebagai dasar beramal, Ibnu Qayyim mengatakan, "Ada tiga segi keterkaitan
sunnah dengan Alquran. Pertama, kesesuaian terhadap ketentuan yang
terdapat dalam Alquran. Kedua, menjelaskan maksud Alquran. Ketiga, menetapkan
hukum yang tidak terdapat dalam Alquran." Alternatif ketiga itu merupakan
ketentuan yang ditetapkan oleh Rasulullah saw. yang wajib ditaati. Lebih dari
itu, ada yang menetapkan bahwa dasar beramal dengan hadis ahad adalah
Alquran, as-sunnah, dan ijma’."[9][9]
B.
Klasifikasi Hadis Ahad
Jumlah rawi dari masing-masing thabaqah,
mungkin satu orang, dua orang, tiga orang, atau malah lebih banyak, namun tidak
sampai pada tingkat mutawatir.[10][10]Berdasarkan jumlah dari thabaqah
masing-masing rawi tersebut, hadis ahad ini dapat dibagi dalam tiga
macam, yaitu masyhur, ‘aziz, dan gharib.[11][11]
1.
Hadis Masyhur
Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa
az-zuyu' (sesuatu yang sudah tersebar dan populer).[12][12] Adapun menurut istilah terdapat
beberapa definisi, antara lain:
مارواه الثلاثة ولم يصل درجةالتواتر
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau
lebih, tetapi bilangannya tidak mencapai
derajat bilangan mutawatir.”[13][13]
Ada juga yang mendefinisikan hadis masyhur secara
ringkas, yaitu:
ماله طرق محصورةباكثر من اثنين ولم يبلغ حدالتواتر
“Hadis yang mempunyai jalan yang terbatas, tetapi
labih dari dua jalan dan
tidak sampai kepada batas hadis mutawatir.”[14][14]
Hadis ini dinamakan masyhur karena telah
tersebar luas di kalangan masyarakat,
lawan dari masyhur adalah Majhul yaitu hadis-hadis yang diriwayatkan
oleh orang –orang yang tidak terkenal dalam kalangan ahli ilmu.[15][15] Ada ulama yang
memasukkan seluruh hadis yang telahpopuler dalam masyarakat, sekalipun tidak
mempunyai sanad sama sekalibaik berstatus sahih atau dhaif ke
dalam hadis masyhur.[16][16] Ulama
Hanafiahmengatakan bahwa hadis masyhur menghasilkan ketenangan hati,
dekat pada keyakinan dan wajib untuk diamalkan, tetapi bagiyang menolaknya,
tidak dikaitkan kafir.[17][17]
Hadis masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan
dan daif. Yang dimaksud dengan hadis masyhur yang telah memenuhi
ke tentuanhadis sahih, baik pada sanad maupun matan-nya, seperti
hadis dari Ibnu Umar:
اذاجاء احدكم الجمعة فليغسل
(رواه البخارى)
“Bagi siapa yang hendak melaksanakan salat Jum'at
hendaklah ia mandi.”
Contoh lain adalah hadis dari 'Abdullah ibn 'Amr ibn
al-'Ash, yangmendengar langsung dari Rasulullah saw.
Bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ
الْعُلَمَاءِ؛ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا
جُهَّالاً،فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَل
“SesungguhnyaAllah swt. Tidakakan mencabut ilmu
pengetahuan dengan langsung mencabutnya dari hamba-Nya, tetapi Allah
mencabutnya dengan mencabut ulama, sehingga apabila tiada seorang alim yang
tertinggal, manusia akan menjadikan orang-orang yang jahil sebagai pemimpin.
Mereka (para pemimpin) ditanya soal-soal agama dan mereka memberikanfatwa tanpa
berdasarkan pada ilmu. Karenanya mereka sesat danmenyesatkan.”[18][18]
Adapunyang dimaksud denganhadis masyhur hasan
adalah hadis masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadis hasan,
baik mengenaisanadmaupun matan-nya, seperti sabda Rasulullah saw:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Adapun yang dimaksud dengan hadis mashyur dhaif
adalah hadis masyhur yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits sahih dan hasan,
baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadis:
من عرف نفسه عرف ربه
“Barang siapa yang mengenal dirinya maka sungguh dia telah mengenal Tuhannya.”[20][20]
2.
Macam-Macam Hadis Masyhur
Istilah masyhur yang ditetapkan pada suatu
hadis, kadang-kadang bukan untuk menetapkan kriteria-kriteria hadis menurut
ketentuan di atas, yakni jumlah rawi yang meriwayatkannya, tetapi diterapkan
pula untuk memberikan sifat suatu hadis yang dianggap populer menurutilmu ahli tertentu atau di kalangan
masyarakat tertentu.[21][21] Dari tujuan
inilah, ada suatu hadis bila dilihat dari bilangan rawinya tidak dapat
dikatakan sebagai hadis masyhur, tetapi bila dilihat dari kepopulerannya
tergolong hadis Masyhur. Dari segi yang terakhir inilah, hadis masyhurdapat
digolongkan dalam beberapa bagian di bawah ini.[22][22]
a) Masyhur di
kalangan ini ahli hadis, seperti hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. membaca doa kunut
sesudah ruku’ selama satu bulan penuh
dan berdoa atas golongan(kabilah) ri’il dan zakwan. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim dan riwayat Sulaiman At-Taimi dari Abi Mijlas dari
Anas.
b) Masyhur di kalangan
ulama ahli hadis, ulama-ulama lain, dan di
kalangan orang umum, seperti:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده (زواه البخارى و مسلم)
“Seorang
muslim adalah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya dari gangguan
lidah dan tangannya.”[23][23]
c) Masyhur di kalangan ulama ahli fikih,
seperti:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الغرر (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa Rasulullah
saw. Melarang jual
beli yang dalamnya terdapat unsur tipu daya.”[24][24]
Contoh
lain seperti:
ابغض الحلال
عند الله الطلاق
“Perkara
halal yang dibenci Allah ialah thalak.”[25][25]
d)
Masyhur di kalangan ahli ushulfiqh:
اذاحكم ا لحاكم فا جتحد ثم اصا ب فله اجران وا ذ ا حكم الحاكم فا جتحد فا خطأ فله ا
جر (رواه مسلم)
“Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara
kemudian ia berjihad dan ijtihadnya itu benar, maka dia memperoleh dua pahala
(pahala ijtihad dan pahala kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah,maka
dia memperoleh satu pahala (pahala ijtihad).” (H.R.
Muslim).[26][26]
Contoh lain seperti:
رفع عن أمتى الخطاء والنسيان وما استكر هوا عليهم (رواه الطبرانى عن ابن عباس)
“Terangkatlah dosa dari ummatku karena kekeliruan,
lupa, dan perbuatan yang mereka lakukan karena terpaksa.”[27][27]
e) Masyhur di kalangan
ahli sufi, seperti:
كنت كنزامحفيّا فاحببت ان اعرف فخلقت الخلق فبى عرفونى
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi,
kemudian Aku ingin dikenal, maka Ku-ciptakan makhluk dan melalui mereka pun
kenal kepada-Ku.”[28][28]
Didalam buku Ilmu Hadis karangan Munzier Suparta
mengatakan bahwa hadis diatas banyak ditemukan dalam buku-buku tasawuf sebagai
landasan adanya aliran tasawuf.
f ) Masyur di kalangan ulama-ulama
Arab, seperti ungkapan:
"Kami (orang-orang Arab) yang paling fasih
mengucapkan huruf Dhad (ض) sebab kami dari golongan
orang Quraisy."[29][29]
g)
masyhur dikalangan masyarakat awam,
contohnya:
العجلة من
الشيطان
“Tergesa-gesa
itu perbuatan syetan.”[30][30]
Masih banyak lagi hadis yang kemasyhurannya hanya di
kalangan tertentu, sesuai dengan disiplin ilmu dan bidangnya masing-masing.
Banyak kitab yang ditulis berkaitan dengan persoalan
ini, antara lain sebagai berikut.
1. Kasyaf
Al-Khifa dan Mazil Al-Ilbas oleh Ismail bin Muhammad
Al- ‘Ajaluni (1162 H). Kitab ini memuat hadis-hadis shahih, hasan, dan
saqim/dhaif, dan maudhu’, yang ada dan tidak ada sanadnya.[31][31]
2. Al-Maqasid
Al-Hasanahfi Al-Ahadis Al-Musyurah karangan Al-Hafiz Syams Ad-Din
Muhammad bin Abdul Ar-Rahman As-Akhawi (w.902 H).
Asna Al-Mathalib oleh Syekh
Muhammad bin Sayyid Barwisi.
3. Hadis Ghairu Masyhur
Hadis ghairu masyhur ini oleh para ulama hadis dibagi
menjadi Hadis Aziz. Dan Gharib.
1.
Hadis aziz
Kata "Aziz" menurut etimologi, jika
diambil dari kata ", Ya'izzu" berarti "sedikit"
dan jika diambil dari kata ", Ya'izzu "berarti "kuat."[33][33] Adapun
pengertian hadis aziz menurut terminologi ialah hadis yang diriwayatkan
oleh dua Orang rawi atau lebih dalam
satu thabaqatnya.[34][34] Definisi ini
paling populer dan telah digunakan oleh Ibnu Hajar kitabnya "Al-Nukhbah"
Sedang menurut Ibnu Al-Shalah dan yang lain, bahwa hadis aziz ialah hadis yang
diriwayatkan oleh dua atau tiga orang rawi, sebagaimana dikatakan oleh
pengarang kitab Al-Baiquniyyah:
عزيزمرويّ اثنينى او ثلاثة مشهور
مرويّ فوق ما ثلا ثة
"Hadis aziz ialah hadis yang diriwayatkan oleh
dua atau tiga orang rawi, sedang hadis
masyhur ialah hadis yan riwayatkan oleh lebih dari tiga orang rawi."[35][35]
ContohhadisAzis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِينَ.
"Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, 'Tidak
semmpurna iman salah seorang di antara kamu sekalian sehinggaaku lebih
disukai olehnya daripadaorangtuanya dan
anaknya.”[36][36]
Hadits ini
diriwayatkan dari Rasulullah oleh Anas bin Malik kemudian diriwayatkan kepada
dua orang yaitu, qatadah dan Abdul Aziz bin suhaib, dari qatadah diriwayatkan
pada dua orang, yaitu Syu’bah dan Husain al-Muallim. Dan dari Abdul Aziz
diriwayatkan kepada dua orang yaitu Abdul Warits dan Ismail bin ‘Ulaiyyah, dari
keempat orang rawi ini diriwayatkan pada generasi dibawahnya lebih banyak lagi
yang akhirnya sampai pada Imam Bukhari dan Muslim.[37][37]
2.
Hadis Gharib
Gharib menurut bahasa berarti jauh dari
tanah air atau sukar dipahami.[38][38] Sedangkan
menurut istilah adalah hadis yang asing, sebab hanya diriwayatkan oleh seorang
rawi, atau disebabkan oleh adanya penambahan matan atau sanad. Hadis yang
demikian disebut gharib karena keadaannya asing menurut pandangan rawi-rawi
yang lain, seprti ora ng yang jauh dari tempat tinggalnya.[39][39]
Adapun pengertian hadis gharib menurut para ahli
sebagai berikut:
1.
Ulama ahli hadis dalam hubungan ini mendefinisikan hadis gharib
sebagai berikut.
.هو ما ينفرد بروايته
راو واحد
“Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi
yang menyendiridalam meriwayatkannya.”[40][40]
2.
Ibn Hajar meberikan
pengertian hadis gharib dalam kitab Nukhbatul Fikr sebagai berikut:
ما ينفرد بروايته شخص واحد فى ايّ موضع وقع التفرد به من السند
“Yaitu hadis yang sendirian saja seorang perawi dalam
meriwayatkan dan kesendiriannya itu terletak dimana saja dalam sanad.”[41][41]
Menurut H.
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir mendefinisikan gharib sebagai berikut
الحديث الغريب
هو الحديث الذى انفرد بروايته شخص واحد فى ايّ موضع وقع التفرد من السند
“Hadis yang pada sanadnyaterdapat seorang yang
menyendiridalam meriwayatkannya di mana saja penyendirian dalam sanad itu
terjadi.”[42][42]
Hadis gharib terbagi dua, yaitu gharib
muthlaq dan gharib nisbi.
a. Gharib Muthlaq
ما ينفرد بروايته شخص واحد فى اصل سنده
Hadis yang menyendiri seorang perawi dalam
periwayatannya pada asal sanad.
Dikategorikan sebagai mutlak apabila penyendirian
itumengenai personilnya, sekalipun penyendirian tersebut hanya terdapat dalam
suatu thabaqat. Penyendiriari hadis gharib mutlak iniharus
berpangkal di tempat ashlu sanaa, yakni tabiin, bukan sahabat
sebab yang menjadi tujuan membicarakan pendirian perawi dalam hadis gharib
ialah untuk menetapkan apakah periwayatan dapat diterima atau ditolak.
Sedangkan mengenai sahabat tidak perlu diperbincangkan, sebab telah diakui oleh
jumhur ulama ahli hadis bahwa keadilan sahabat tidak perlu diragukan lagi,
bahwa semua sahabat dianggap adil semuanya.[43][43]
Contoh hadis gharib mutlak, antara lain adalah:
انّما الا عما
ل بالنّيات
Sesungguhnya seluruh amal itu bergantung pada niatnya (H.R.
Bukhari dan Muslim).[44][44]
Dari contoh hadis gharib tersebut diterima dari
Nabi oleh Ibnu Umar, dan dari Ibnu Umar hanya Abdullah bin Dinar
sajayang meriwayatkannya. Abdullah bin Dinar adalah seorang tabi’inyang hafidz,
kuat ingatannya, dan dapat dipercaya.
b.
Gharib Nisby
Gharib nisby adalah apabila
penyendirian itu mengenai sifat- sifat atau keadaan tertentu seorang rawi.
Penyendirian rawi mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi,
mempunyai beberapa kemungkinan, antara lain:
a.
sifat keadilan dan kt-dhabit-an (ke-tsiqat-an) rawi.
b.
kota atau tempat tinggal tertentu.
c. meriwayatkannya
dari orang tertentu.
Apabila penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya
apakah terletak di sanad atau matan, hadis gharib terbagi
lagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Gharib pada sanad dan matan.
b.
Gharib pada sanadnya saja.
c.
Gharib pada sebagian matannya,
Cara untuk menetapkan ke-gharib-an hadis
Untuk menetapkan suatu hadis itu gharib,
hendaklah periksa dulu pada kitab-kitab hadis, seperti kitab Jami٠dan kitab Musnad, apakah hadis tersebut
mempunyai sanad lain yang menjadi mutabi’ dan atau matan lain yang
menjadi syahid. Cara tersebut dinamakan i’tibar.
Menurut istilah, ilmu hadis mutabi’ adalah
hadis yang mengikuti periwayatan rawi lain dari gurunya (yang terdekat), atau
gurunya guru (yang terdekat itu).
Mutabi’ ada dua macam, yaitu sebagai
berikut.
(1). Mutabi’ tam, yaitu bila periwayatan mutabi’
itu mengikutiperiwayatan guru (mutaba’) dari yang terdekat sampai guru
yang terjauh.
(2). Mutabi’ qashir, yaitu bila periwayatan mutabi’
itu mengikuti periwayatan guru (mutaba’) yang terdekat saja, tidak
sampai mengikuti gurunya guru yang jauh sekali.
Adapun
syahid adalahMeriwayatkan sebuah hadis lain sesuai dengan maknanya.
Hadis syahid ada dua macam, yaitu:
(1).Syahid bi Al-Lafzhi, yaitu bila matan hadis
yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain sesuai redaksi dan maknanya dengan
hadis fard-nya.
(2).Syahid bi Al-Ma’na, yaitu bila matan hadis
yang diriwayatkan oleh sahabat lain itu, hanya sesuai dengan maknanya.
Kedudukan Hadis Ahad dan Pendapat Ulama tentang Hadis
Ahad
Para ahli hadis berbeda pendapat tentang kedudukan
hadis ahad.
Pendapat tersebut antara lain:
1. Segolongan ulama, seperti Al-Qasayani, sebagian
ulama Dhahiriyah dan Ibnu Dawud, mengatakan bahwa kita tidak wajib beramal
dengan hadis ahad.
2. Jumhur ulama ushul menetapkan bahwa hadis ahad
memberi faedah dhan. Oleh karena itu, hadis ahad wajib diamalkan
sesudah diakui kesahihannya.
3. Sebagian ulama menetapkan bahwa hadis ahad
diamalkan dalam segala bidang.
4. Sebagian muhaqqiqin menetapkan bahwa hadis ahad
hanya wajibdiamalkan dalam urusan amaliyah (furu’), ibadah, kaffarat,
dan
hudud, namun tidak digunakan dalam
urusan aga’id (akidah).
5. Imam Syafi’i berpendapat bahwa hadis ahad
tidak dapat menghapuskan suatu hukum dari hukum-hukum Al-Quran.
6. Ahlu Zhahir (pengikut
Daud Ibnu ‘Ali Al-Zhahiri) tidak membolehkan men-takhshis-kan umum
ayat-ayat Al-Quran dengan hadis ahad.[45][45]
Hadis gharib juga dinamakan dengan hadis
fard. baik menurut bahasa maupun menurut istilah, perbedaan antara keduanya
hanya ditinjau dari segi pemakaiannya. Sebutan hadis gharib mutlak,
sedangkan sebutan hadis gharib lebih banyak dipakai untuk hadis gharib
nisbi atau fard nisbi.hadisgharib ini ada yang sahih,hasan, dan dhaif,
tergantung pada kesesuaiannya dengan kriteria sahih, hasan atau dhaif-nya.[46][46]
Kitab-Kitab Yang Memuat Banyak
Hadits Gharib
Yaitu kitab-kitab yang di dalamnya terdapat banyak
hadits gharibb:
a. Musnad
aJ-Bazzar.
b. Mu’jam al-Ausath-nya at-Thabrani.
Kitab-Hadits Gharib Yang
Populer :
a. Gharaib Malik,
karya ad-Daruquthni.
b. al-Afraad, karya ad-Daruquthni.
as-Sunan allati Tafarrada bikulii Sunnatin minha Ahlu
Baldatun, karya Abu Daud as-Sijistani.[47][47]
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini dapat kami simpulkan bahwa
hadis Ahad adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir,
tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir.
Klasifikasi Hadis Ahad terbagi menjadi Masyhur dan
Ghairu Masyhur. Hadis Masyhur adalah sesuatu yang sudah tersebar dan populer.
Ada yang Masyhur di kalangan ini ahli hadis, Masyhur di kalangan
ulama ahli hadis, Masyhur di kalangan ahli ushul fiqh, Masyhur di
kalangan ahli sufi, Masyur di kalangan ulama-ulama Arab, dan Masyhur dikalangan masyarakat
awam, dan masih banyak lagi hadis yang kemasyhurannya di
kalangan tertentu, sesuai dengan disiplin ilmu dan bidangnya masing-masing
Hadis ghairu masyhur terbagi menjadi hadis ‘Aziz dan hadis gharib dan hadis gharib terbagi lagi
menjadi gharib muthlaq dan gharib Nisby.
DAFTAR PUSTAKA
Sahrani, Sohari, Ulumul
Hadits, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010.
Solahuddin , M.
Agus dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
http://saifurrahman99.blogspot.co.id/2014/11/safa.html